Judul: Kami (Bukan) Sarjana Kertas
Penulis: J. S. Khairen
Penyunting: MB Winata
Penyelaras Aksara: Any Hafizh
Penata Letak: Nunu
Penyelaras Tata Letak: Bayu N. L.
Desainer Sampul: @Arcahyadi
Penyelaras Desain Sampul: Raden Monic
Penerbit: PT. Bukune Kreatif Cipta
ISBN: 978-620-220-304-9
Sinopsis:
Di kampus UDEL, terjebaklah tujuh manusia yang hidup segan kuliah tak mau. Mereka terpaksa kuliah di kampus yang google saja tak dapat mendeteksi. Cobalah sekarang Anda googling “Kampus UDEL, takkan bertemu!
Alasan mereka masuk UDEL macam-macam. Ada yang otaknya tak mampu masuk negeri, ada yang uang orangtuanya tak cukup masuk swasta unggul, ada pula yang karena… biar kuliah saja.
Hari pertama kuliah, Ibu Lira Estrini-dosen konseling yang masih muda-menggemparkan kelas dengan sebuah kejadian gila, lucu dan tak masuk akal. Ia membawa sekotak pizza dan koper berisi tikus. Seisi kelas panik, tapi anehnya, semangat para mahasiswa buangan ini justru terbakar untuk berani bermimpi!
Akankah mereka bertahan di kampus yang amburadul ini? Sekalipun iya, bisakah mereka jadi sarjana yang tidak sekadar di atas kertas?
***
“Masa menghadapi tikus-tikus busuk ini saja kalian tidak bisa. Apalagi menghadapi kejamnya dunia? Nanti setelah kalian lulus, di luar sana, dunia nyata jauh lebih menjijikkan daripada tikus-tikus ini! Mau jadi apa kalian setelah lulus? Sarjana Kertas? Ngerasa pintar, hebat di atas kertas, tapi menghadapi dunia nyata malah gak bisa? Kalian ini mahasiswa, bukan maha-sisa!” Hal. 7
Kalau boleh saya bercerita sedikit sebelum saya membahas lebih jauh akan isi buku ini, seharusnya buku ini sudah selesai saya baca di awal tahun 2020 tapi karena mungkin saat itu saya memaksakan diri membaca buku yang menurut saya rada “berat” saya berhenti membacanya. Malah saya berpikir buku ini tidak cocok dengan genre yang sering saya baca. Dan awal bulan ini saya memcobanya lagi, selesai. Saya sampai di akhir buku ini dalam sekali baca.
Buku ini bercerita tentang kisah Ogi dan Randi—atau lebih akrab di sapa Ranjau. Mereka adalah dua mahasiswa yang di terima di kampus UDEL. Seperti di sinopsis buku ini, cobalah ketik nama Kampus UDEL di google dan kalian tidak akan menemukan apa-apa. Di tahun Ogi dan Ranjau mulai kuliah, sistem yang biasanya rutin diadakan seperti OSPEK pun ditiadakan. Semua berlaku karena Rektor baru yang menjabat. Di kampus UDEL pun diadakan sistem yang baru yaitu kelas konseling dimana mahasiswa di bimbing oleh satu dosen sampai mereka lulus nanti. Dan di sinilah awal kepelikan isi cerita mulai terurai. Dosen konseling bernama Ibu Lira bukanlah dosen biasa saja, beliau datang dengan tingkah yang sangat absurd yang berhasil membuat mahasiswanya bermimpi lebih tinggi lagi. Kecuali Ogi.
Selain Ogi dan Ranjau, ada beberapa tokoh yang mendapatkan porsi yang sama. Seperti Arko, Gala, Sania, Juwisa dan Cath. Mereka datang dengan latar belakang yang cukup rumit. Kisah mereka di urai satu persatu dengan porsi yang sama. Bagaimana perjuangan Ogi dalam melawan rasa malasnya, Ranjau yang ingin bekerja dengan gaji yang tinggi, Arko yang mempunyai impian menjadi fotografer yang professional, Gala yang diam-diam mempunyai cita-cita yang mulia, Sania yang ingin menjadi penyanyi yang sukses, Cath yang berjuang dengan mimpinya yang baru walau harus menguburkan keinginan lamanya, serta Juwisa yang tekun berusaha untuk mengubah nasib keluarga. Kisah mereka adalah kisah kita semua. Yang di paksa bertahan walau ingin sekali menyerah. Yang harus kuat walau badai terus saja menerpa. Yang harus membuktikan pada dunia bahwa mereka bisa menaklukan semua rintangan tersebut.
Membaca buku ini seperti menemukan suntikan baru bahwa mimpi harus diperjuangkan. Bahwa mengakhiri sesuatu tanpa pernah mencoba adalah kesia-siaan belaka. Mungkin cerita ini adalah sebuah cerita fiksi belaka tapi ketika sudah mulai masuk ke dalam cerita semua terasa seperti nyata. Ada begitu banyak hal yang ada di cerita ini kita temui di dunia nyata. Tentang mahasiswa yang punya ambisi, mahasiswa yang tidak tahu harus apa setelah lulus kuliah atapun mahasiswa yang harus melawan egonya sendiri demi sebuah kesuksesan.
Sebuah cerita yang di tutup dengan ending yang sangat bagus. Dan ending tersebut berlanjut pada novel berikutnya. Dan untuk kalian yang ingin membaca cerita untuk membangkitkan semangat di tengah-tengah keterpurukan, saya rasa novel ini cocok untuk di baca.
Sekian ulasan singkat saya, sampai bertemu di ulasan berikutnya.
“Saat segala sesuatu terasa berat, meletihkan, bahkan hingga tahap memuakkan, itu artinya kau sedang mendaki. Akan ada suatu yang indah menantimu di puncak sana, kawan. Jangan sangka situasi enak, nyaman, dan tak ada hambatan berarti selalu baik. Karena artinya kau sedang menurun. Bahkan bisa terjerambab ke lembah tak bernama.”
Posting Komentar