Judul: Di Tanah Lada
Penulis: Ziggy Zesyazeoviennazabrizkie
Editor: Mirna Yulistianti
Copy editor: Rabiatul Adawiyah
Ilustrasi sampul & isi: Ziggy Zesyazeoviennazabrizkie
Desain sampul: Suprianto
Setter: Fitri Yuniar
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Sinopsis:
Namanya Salva. Panggilannya Ava.
Namun papanya memanggil dia Saliva atau ludah karena menganggapnya tidak berguna.
Ava sekeluarga pindah ke Rusun Nero setelah Kakek Kia meninggal.
Kakek Kia, ayahnya Papa, pernah memberi Ava kamus sebagai hadiah ulang tahun yang ketiga.
Sejak itu Ava menjadi anak yang pintar berbahasa Indonesia.
Sayangnya, kebanyakan orang dewasa lebih menganggap penting anak yang pintar berbahasa Inggris.
Setelah pindah ke Rusun Nero, Ava bertemu dengan anak laki-laki bernama P.
Iya, namanya hanya terdiri dari satu huruf P.
Dari pertemuan itulah, petualangan Ava dan P bermula hingga sampai akhir yang mengejutkan.
***
Kalau ada satu kata yang bisa menggambarkan isi cerita buku ini, satu kata itu adalah gila.
Sudah tahu kan bagaimana novel-novel Ziggy? Dark.
Dan ini adalah salah satunya.
Selesai baca buku ini saja tanpa terkena hangover aku sudah bersyukur sekali. Jadi, aku bisa menuliskan ulasan buku ini secepatnya.
“Jadilah anak kecil barang sebentar lagi. Lebih lama lagi. Bacalah banyak buku tanpa mengerti artinya. Bermainlah tanpa takut sakit. Tonton televisi tanpa takut jadi bodoh. Bermanja-manjalah tanpa takut dibenci. Makanlah tanpa takut gendut. Percayalah tanpa takut kecewa. Sayangilah orang tanpa takut dikhianati. Hanya sekarang kamu bisa mendapatkan semua itu. Rugi, kalau kamu tidak manfaatkan saat-saat ini untuk hidup tanpa rasa takut.” Hal. 197
Buku ini terlalu dark jika untuk di baca oleh anak-anak walau pada kenyataannya ini adalah buku anak-anak.
Di dalam buku ini menceritakan tentang Ava yang berumur 6 tahun yang harus merasakan kepahitan hidup. Di benci oleh ayahnya sendiri. Hidup Ava teramat sangat polos, lembut dan mungkin saja rapuh. Tapi, melalui cerita Ava kita tahu bahwa dia anak yang sangat tegar.
Di saat Kakek Kia yang sangat Ava sayangi meninggal, ia dan orangtuanya memilih pindah ke Rusun Nero. Tempatnya sangat kumuh. Tapi di situ Ava bertemu dengan seorang anak yang hidupnya lebih menyedihkan daripada hidup Ava sendiri.
Nama anak itu P. iya, namanya P, hanya satu huruf. P hidup dengan Papanya yang tidak pernah baik kepadanya. Sama seperti Ava yang di anggap Ludah, P di anggap anak brengsek oleh Papanya sendiri.
Jika Ava tidur di dalam koper, maka P tidur di dalam kardus secara sembunyi-sembunyi agar tidak di ketahui oleh Papanya. Jika Ava hanya di pukul Papanya dengan tangan, maka P di pukul oleh Papanya dengan setrikaan.
Masa kecilku memang tidak seperti Ava dan P tapi aku bisa merasakan kepedihan hidup seperti mereka. Saat dimana seharusnya mereka sedang bermain bersama teman-temannya tapi mereka harus lari-lari saat Papanya sedang marah.
Kak Ziggy berhasil menciptakan tokoh Ava, dan menjadikan Ava sebagai tokoh utama untuk menceritakan kisah ini memakai sudut pandangnya. Ava yang kemana-mana selalu membawa kamus bahasa Indonesia, mencari kata yang tidak ia mengerti dari perkataan orang dewasa. Ava yang sangat pintar di umurnya yang masih sangat belia. Dan begitu juga dengan P.
Tema yang di angkat oleh Kak Ziggy di dalam cerita ini seolah menggambarkan tentang masyarakat menengah ke bawah. Permasalahan tentang ekonomi yang bisa membuat seseorang gelap mata bahkan kepada anak kecil. Dan terjadinya KDRT.
Dan untuk endingnya, terimakasih untuk teman-temanyang sudah mewanti-wanti aku ketika membaca buku ini. Dan syukur, aku nggak terkena hangover.
Tidak ada ending bahagia, tidak ada ending sedih. Karena bahagia dan kesedihan punya paham tersendiri bagi sebagian orang. Dan bagaimanapun ending buku ini aku akan tetap suka. Dan bahkan aku akan dengan ikhlas membaca ulang novel ini nanti. Karena pemikiran anak di umur 6 tahun lebih berisi daripada pemikiran orang dewasa yang egois.
Selamat berbahagia Ava, selamat berbahagia P, aku sayang kalian. Terimakasih kalian sudah bertahan sejauh ini. Kalian pantas bahagia bersama bintang-bintang di angkasa.
“jadi, semua orang adalah satu orang. Kata Mas Alri, makanya, setiap kamu melukai orang, kamu melukai diri sendiri juga. Dan, setiap kamu membuat orang senang, kamu membuat kamu sendiri senang. Kupikir, mungkin itu kenapa banyak orang merasa sedih setiap kali terjadi bencana alam… atau perang… karena anak yang tangannya terpotong adalah kita. Karena ayah yang meninggalkan anak-istrinya itu adalah kita. Karena ibu yang menangis itu adalah kita. Karena rumah-rumah yang hancur itu adalah rumah-rumah kita.”
Posting Komentar